Sunday 3 June 2012

Maut


Sebab cucuran tangis tak kuasa membujuk maut
Sekarat di rerumputan seekor kuda bergulingan
Terbang rangkiknya menembus nganga langit

Di kilau matanya bulan merah berayun
Semerah mawar darah
Di matanya yang penuh dengan isak kupu-kupu
Aku melihat
Seorang perempuan berdiri sepanjang malam mengulum tangis
Seorang perempuan yang tak terbayangkan oleh maut
Tak kuasa menolak takdirnya
Berlari di rumput nganga langit
Berguling di lengang padang bintang
Pada lembar nyeri hari
Pada kapas napas diri
Tangisnya lelah menuliskan kesedihan

O, kuda yang sekarat dilecut maut
Biarkan perempuan itu dipacu ngilu waktu
Berguling di hela ringkik sajak
Sampai peluh darah mengulum kata terakhir
Terbang bersama arwah mawar dan hantu kupu-kupu
Menembus nganga tangis
Bersama penghabisan ringkiknya

Sunday 29 January 2012

Tak ada yang tulus mencintaimu setulus kematian

Ketika engkau lahiri dan Ummi Shibiyan mencubitmu
Agar menangis pertanda hidup
Bersama cahaya pertama yang menyusup ke biji mata mu
Kematian menjelma bayangmu
Agar dapat terus mengikutimu

Ia menguntitmu kemanapun kau ke puncak gunung yang tertinggi
Atau pulau terdalam
Sepanjang hidupmu, ia bertengger di tengkukmu

Meski tak mencemaskanmu, ia bergidik juga
Ketika engkau menatap jurang yang dalam
Meski ia agak gemetar pula, tapi suka menggodamu
Ketika kau menyebrang jalan yang ramai

Tak seperti lelaki murahan
Atau perempuan hidung belang yang telah menipumu
Ia setia
Tak pernah ingkar janji
Dan selalu tepat waktu

Ketika engkau berteriak girang
Atau terpekur sedih setelah lelah tualang ke lekuk
Seluruh bumi, kematian akan tersenyum di hadapanmu
Ia merentangkan tangan memperlihatkan rahasiamu
Yang selama ini ia simpan
Sambil berkata “tinggal kematian petualangan yang tersisa”